Tugas baru yang diemban Irjen Pol Boy Rafli Amar sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggantikan Komjen Pol Suhardi Alius diperkirakan tidak akan mudah. Sejumlah aspek mesti dibenahi, jika ingin penanggulangan terorisme berjalan maksimal.
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, BNPT selama ini banyak dicap lemah orang sejunlah pihak. Kehadiran lembaga tersebut tidak begitu saja mencegah adanya aksi teror.
"Dianggap tak jelas peranannya dan cenderung tampak sebagai kepanjangan tangan Polri. Koordinasi lintas sektor tak berjalan baik akibat ego masing-masing lembaga pemangku kepentingan,” kata Fahmi kepada wartawan, Sabtu (2/5).
Fahmi menuturkan, dalam sejarah penugasannya di Polri, Boy Rafli bukan orang baru dalam bidang terorisme. Dia merupakan generasi pertama Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Ditambah lagi dia pernah berkarir di bidang kehumasan sebagai Kadiv Humas Polri seharusnya bisa menjadi bekal lebih.
“Pengalaman kehumasan, popularitas dan jam terbangnya dalam pemberantasan teror bisa menjadi modal yang bagus untuk menggalang dukungan yang lebih besar bagi proposal pemberantasan terorisme,” imbuhnya.
Fahmi berharap Boy Rafli tidak menawarkan gagasan yang muluk-muluk dalan jabatan barunya. Praktik hard approach yang selama ini banyak dikritik diminta agar tidak ditonjolkan.
“Saya akan angkat dua jempol buat Boy Rafli, jika di masanya ini terduga pelaku teror yang tewas dalam tahanan atau saat penggerebekan, syukur-syukur bisa nol,” pungkas Fahmi.