Image description
Image captions

 Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudluiyyah, Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama meminta agar Warga Negara Indonesia yang beragama non-muslim tak lagi disebut sebagai kafir. Karena menurutnya kata kafir dianggap mengandung unsur kekerasan teologis.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Mahfud MD mengatakan pelarangan penyebutan kafir tidak diperlukan dan tidak perlu ada fatwa pelarangan.

"Pelarangan sebutan kafir bagi nonmuslim tak perlu diributkan. Ia Tak perlu difatwakan karena di dalam konstitusi dan peraturan per-undang2an memang tidak ada sama sekali kata kafir. Ia (kata 'kafir') tak perlu diributkan karena dalam dalil naqly agama Islam memang ada istilah itu. Meributkannya tak produktif," kata Mahfud MD melalui akun twitternya, Senin (4/3/2019).

Terkait sikap NU, Mahfud MD sudah memberi masukan.

"Sudah saya bilang ke mereka (NU): di dalam hukum dan konstitusi tidak ada term kafir. Tapi dalam Qur'an dan hadits ada istilah itu sebagai adresat kaum. Meminjam UAS (Ustad Abdul Somad), misal-nya, kita tak bisa mengganti surat Alkafirun dari bacaaan "Qul yaa ayyuhal kaafiruun" menjadi bacaan "Qul yaa ayyuhal nonmuslim"," terang Mahfud MD.

"Di dalam konstitusi dan semua hukum kita tidak ada kata kafir. Tapi di dalam Qur'an dan Hadits ada banyak dan itu tak bisa dihapus," sambungnya.

"Kita tak perlu saling marah pada diksi agama masing-masing. Orang Islam menyebut orang lain kafir itu boleh. Itu hanya adresat bukan musuh. Orang Yahudi menyebut kita goyim boleh karena kita memang goyim menurut diksi agama mereka. Orang Katolik menyebut pengikutnya sebagai domba juga tak ada yang ribut," tutupnya.

https://twitter.com/mohmahfudmd/status/1102326369646567424
https://twitter.com/mohmahfudmd/status/1102341151917453312
https://twitter.com/mohmahfudmd/status/1102355597767335936