Ingat ya, kebaikan pemimpin itu bukan karena rajin mengerjakan ibadah sunnah, semisal shalat malam atau pun puasa Senin Kamis.
Cukuplah bagi seorang pemimpin menunaikan yang wajib; shalat lima waktu, puasa Ramadhan dst. Selebihnya tunaikan kewajiban kepada rakyatnya. Menegakkan keadilan, melayani kesehatan, memberikan pendidikan, meratakan kesejahteraan dan kemakmuran.
“Satu hari yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang adil jauh lebih baik daripada ibadah seseorang yang dilakukan sendirian selama enam puluh tahun.” (HR. Al-Baihaqi)
Jadi, jangan hanya karena ingin merangkul kembali hati ummat yang tersakiti, lantas menunjukkan hal-hal yang tidak substansi; memaksa diri jadi imam shalat, padahal tak mampu, mengabarkan puasa-puasa sunnah, padahal ternyata makan juga siang hari-hari tersebut.
Jangan juga untuk menghilangkan kenyataan bahwa rezim ini dikelilingi banyak apologi Islam, lantas membuat kegaduhan, dengan mengotak-atik terminologi agama. Sungguh semua itu adalah pekerjaan sia-sia. Tak ada gunanya!
Demokrasi ini adalah apa yang kita anut untuk memilih pemimpin. Mari berkompetisi dengan adu kekuatan elektabilitas. Bukan saling tipu. Tidak menyandera dan apalagi ancam mengancam.
Untuk semuaaaa... Kasihanilah mereka yang memihak karena tersandera. Jangan tinggalkan mereka yang memihak di bawah ancaman. Mari tetap muliakan mereka. Lha Sayyidina Ammar, tatkala dulu terpaksa menyatakan ketundukan kepada musuh, tetap disambut hangat oleh Rasulullah saw selepasnya mereka dari musuh. 0