Image description
Image captions

 Pertanahan di Indonesia belum lepas dari berbagai permasalahan. Mulai dari sengketa dan konflik, keterbatasan lahan untuk pembangunan infrastruktur hingga harga tanah yang terus naik. “Permasalahan meningkatnya harga tanah setiap tahun membuat realisasi Proyek Strategis Nasional alami keterlambatan,” kata Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Himawan Arief Sugoto saat Webinar di Jakarta, Kamis (4/2).

Webinar digelar dalam rangka memeringati Hari Pers Nasional (HPN) 2021 menghadirkan pembicara kunci Menteri Agraria dan Tata Ruang sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil. Pembicara lainnya adalah Sekjen Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto dan Ketua PWI, Atal S Depari. Serta Moderator Indra Utama yang merupakan Pemred Majalah Property dan Bank

 

Himawan dalam paparannya Kebijakan Pertanahan dalam UU Cipta Kerja Untuk Mendorong Peningkatan Investasi dan Pembangunan Infrastruktur mengatakan, pemerintah saat ini sedang menggenjot pembangunan infrastruktur secara masif, di berbagai daerah. Pembangunan jalan tol, jalur kereta api, pelabuhan, bandara baru masih terus berlangsung di berbagai daerah.

Selain itu, kata Himawan, guna menciptakan kehidupan masyarakat yang layak, pemerintah telah menggagas program pembangunan sejuta unit rumah, yang tujuannya memudahkan masyarakat memiliki rumah tinggal dengan harga terjangkau. Semua hal ini membutuhkan ketersediaan tanah yang besar, akan tetapi tanah yang dimiliki oleh pemerintah terbatas.

Kedua kondisi tersebut yang melatarbelakangi kurang optimalnya peran pemerintah dalam penyediaan tanah sehingga menghambat percepatan pembangunan infrastruktur atau Proyek Stategis Nasional.

Di sisi lain, kata dia, hal ini juga dikarenakan pemerintah hanya menjalankan fungsi land administrator, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sedangkan fungsi eksekutor masih belum ada, sehingga secara de-facto pemerintah tidak dapat mengendalikan ataupun sulit mencari solusi atas permasalahan tersebut.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UUCK mengamanatkan pembentukan bank tanah, untuk menjalankan fungsi eksekutor tersebut.

“Bank Tanah adalah badan khusus yang dibentuk oleh pemerintah yang mengelola tanah. Bank Tanah ini berfungsi melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, dan pendistribusian tanah,” ujar Himawan.

Dalam UUCK Pasal 125 ayat (4), tugas bank tanah yaitu perencanaan, perolehan tanah, pengadaan tanah, pengelolaan tanah, pemanfaatan tanah dan pendistribusian tanah. “Pada UUCK, Bank Tanah menjamin ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi tanah dan reforma agraria,” ungkap Himawan.

Sesuai amanat UUCK, kata Himawan, Kementerian ATR telah menyusun lima RPP sebagai peraturan turunannya. Salah satu dari kelima RPP tersebut adalah RPP Bank Tanah.

“RPP ini sudah dibahas secara intens dengan tim Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan seharusnya sudah terdapat di dalam RUU Pertanahan, apabila kemarin disahkan dan kini diamanatkan oleh UUCK sebanyak 10 pasal,” ujar Sekjen.