Image description
Image captions

-Anggota Komisi I Fraksi PDIP Effendi Simbolon dikritik keras usai melempar isu renggangnya hubungan Jenderal Andika Perkasa dan Jenderal Dudung Abdurachman. Isu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa tak akur dengan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Dudung Abdurachman disorot publik. 

Isu itu dilempar politisi di DPR yang salah satunya Anggota Komisi I Fraksi PDIP Effendi Simbolon.  Menanggapi itu, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta, Muzakki Kholis mengkritik Effendi agar tak serampangan melempar isu Panglima TNI Andika disharmoni dengan KSAD Dudung Abdurachman. 

Ia menyebut Effendi tak paham menyangkut relasi struktur di tubuh TNI.  Sebab, ia menilai mustahil seorang KSAD berbeda langkah dengan Panglima TNI Andika Perkasa yang merupakan pimpinannya.  "Effendi Simbolon kayaknya nggak paham soal itu. 

Sehingga menganggap TNI itu gerombolan. Jadi, kepatuhan dalam TNI itu, kepatuhan dalam kepemimpinan. Itu doktrin dan (apabila) begitu berbeda dengan doktrin itu pengkhianatan," kata Kholis, Minggu (11/9/2022).  

 

Dia menekankan TNI beda dengan partai politik atau parpol. Ia menyampaikan jika di internal parpol ada perbedaan pendapat sangat mungkin terjadi.  Bahkan, perbedaan itu bisa berpotensi memunculkan gerbong atau kubu yang berbeda. 

 

Namun, tidak dengan TNI.  Kata dia, di TNI perbedaan seperti itu dilarang karena diibaratkan seperti pengkhianatan. Maka itu, ia meminta Effendi jangan membaca TNI dengan memakai kacamata parpol.  

 

"Tidak mungkin KSAD tidak ikut hadir dalam acara yang didatangi Panglima kalau tidak ada tugas yang penting," ujar Kholis. Menurut dia, keterikatan antara Panglima TNI dengan KSAD terlihat dari tugas dan tanggungjawabnya. 

 

Pun, dia menyebut seorang KSAD punya peran penting dalam mendidik personel angkatan darat.  Dia menyampaikan prajurit TNI AD dapat pembinaan langsung dari KSAD yang nantinya digunakan panglima dalam sebuah misi operasi. Lalu, jika KSAD ingin pakai satuan dalam TNI AD maka hal itu harus seizin panglima.  

 

"KSAD itu pimpinan kesatuan. Mereka itu lebih fokus pada pembinaan internal. Sehingga program-program mereka itu mengkader militer, mengkader personel yang nantinya akan dipakai oleh panglima karena panglima (adalah) pengguna pasukan," jelasnya. 

 

 Ia menekankan seorang KSAD yang memimpin divisi TNI AD mustahil beda haluan dengan panglima.   Lebih lanjut, ia menambahkan ketidakharmonisan antara personel TNI dengan Panglima hanya terjadi saat peristiwa pemberontakan PKI pada 1965. 

 

Namun, upaya itu diduga sebagai desain asing untuk memecah belah Indonesia.  "Saya yakin TNI solid. Mungkin yang berbeda Andika dengan Dudung, bukan Panglima dengan KSAD. Karena itu pribadi, antara Panglima dan KSAD tidak mungkin bertabrakan. Tidak mungkin," lanjut Kholid.  

 

"Jadi, kepada teman-teman DPR Komisi I, tolong jangan melihat militer dengan kacamata atau parameter partai politik karena itu akan fatal dan sangat salah," katanya.  Suara Effendi Simbolon sebelumnya menjelaskan alasannya menyinggung isu tak akurnya antara Andika dengan Dudung. 

 

Dia mengatakan sebagai anggota legislatif, memiliki hak konstitusi untuk mengawasi institusi TNI.  Dia mengatakan objektif terhadap substansi masalah. Politikus PDIP itu menegaskan tak ada masalah dengan dua jenderal bintang empat tersebut.  

 

"Ini kan bukan persoalan antara saya dengan Pak Dudung atau Pak Andika. Nggak ada masalah di situ. Bukan saya ada persoalan sama Pak Andika, sama Pak Dudung,” kata Effendi di Gedung DPR pada Kamis (8/9/2022).

 

 Menurut dia, isu tak akurnya Andika dengan Dudung terlihat dari beberapa momentum. Dia bilang, Komisi I DPR sebagai mitra kerja TNI tidak masuk pada ranah personal. Namun, isu itu diungkit untuk kepentingan institusi TNI.  

 

“Kita punya informasi yang punya nilai kebenaran, catatan visi, kebijakan, kepatuhan, bahkan pembangkangan. Ada yang berupa SK tidak dijalankan yang menjadi fokus kita. Makanya ada istilah disharmoni. Kita tak masuk pada urusan personal. Goal kita kan save TNI,” jelas Effendi.

 

 

Sumber: tvOne