Image description
Image captions

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menepis tudingan adanya muatan politik di balik Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu yang juga calon petahana nomor urut 2, Rohidin Mersyah.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menegaskan bahwa penyelidikan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang melibatkan Rohidin telah dilakukan jauh sebelum pendaftaran Pilkada 2024.

"Jadi apakah ada nuansa politis? Saya kira tidak. Karena saya sampaikan tadi bahwa penyelidikan dimulai ini sudah berbulan-bulan lalu, bahkan sebelum pendaftaran calon, kita mulai melakukan penyelidikan," ujar Alex kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2024).

Alex menjelaskan, penyelidikan ini diawali dari laporan masyarakat yang diterima oleh Direktorat Pelayanan Laporan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK. Dia menegaskan bahwa KPK tidak pernah menjadi alat politik bagi pihak mana pun, termasuk rival politik Rohidin, pasangan calon gubernur-wakil gubernur nomor urut 1, Helmi Hasan dan Mian.

"Saya pastikan itu tidak ada kaitannya dengan partai tertentu, warna tertentu. Ini murni penindakan itu karena berdasarkan informasi dari masyarakat dan mungkin juga dari para pegawai yang merasa keberatan untuk membayar iuran yang diminta oleh RM tadi," tegasnya.

Alex kembali menegaskan bahwa penetapan status tersangka dilakukan berdasarkan dua alat bukti yang cukup sesuai hukum. Ia membantah keras anggapan bahwa KPK digunakan untuk menjegal kandidat tertentu dalam kontestasi politik.

"Tetapi penegakan hukum juga harus dilakukan konsisten sesuai dengan kecukupan alat bukti. Jadi gak ada, apakah ini pesanan dari pesaingnya, sama sekali enggak. Kita juga gak tahu, dan saya pikir itu kita pastikan KPK bukan menjadi alat politik untuk menjegal calon-calon ini atau calon itu," pungkasnya.

Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Bengkulu sejak Sabtu (23/11/2024) pagi. Dalam OTT tersebut, delapan pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Bengkulu, termasuk Gubernur Rohidin Mersyah, diamankan. KPK juga menyita uang senilai Rp7 miliar dalam bentuk rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura sebagai barang bukti awal.

Delapan orang yang ditangkap kemudian diperiksa lebih lanjut di Mapolresta Bengkulu sebelum dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Minggu (24/11/2024).

"Tetapi penegakan hukum juga harus dilakukan konsisten sesuai dengan kecukupan alat bukti. Jadi gak ada, apakah ini pesanan dari pesaingnya, sama sekali enggak. Kita juga gak tahu, dan saya pikir itu kita pastikan KPK bukan menjadi alat politik untuk menjegal calon-calon ini atau calon itu," pungkasnya.

Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Bengkulu sejak Sabtu (23/11/2024) pagi. Dalam OTT tersebut, delapan pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Bengkulu, termasuk Gubernur Rohidin Mersyah, diamankan. KPK juga menyita uang senilai Rp7 miliar dalam bentuk rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura sebagai barang bukti awal.

Delapan orang yang ditangkap kemudian diperiksa lebih lanjut di Mapolresta Bengkulu sebelum dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Minggu (24/11/2024).

Dari hasil gelar perkara, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus pemerasan dan gratifikasi terkait kebutuhan Pilkada 2024. Ketiganya adalah Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, dan ajudan gubernur Evriansyah.

sumber: inilah