Image description
Image captions

Presiden Joko Widodo ikut "turun gunung" menyelesaikan masalah tragedi Kanjuruhan. Pasalnya kejadian tersebut menyebabkan ratusan nyawa melayang, mengakibatkan Indonesia menjadi sorotan FIFA serta dunia.

Namun pernyataan Jokowi soal tragedi Kanjuruhan memicu kemarahan banyak pihak. Sebab Jokowi justru luput membahas soal tindakan eksesif aparat dan penggunaan gas air mata karena terlalu fokus pada kondisi stadion Kanjuruhan.

"Sebagai gambaran tadi yang saya lihat problemnya ada di pintu yang terkunci, dan juga tangga yang terlalu tajam. Itu saya hanya melihat lapangannya, tetapi itu akan disimpulkan tim gabungan pencari fakta," tutur Jokowi.

Padahal mayoritas publik meyakini aparat yang overreacting adalah penyebab utama terjadinya malam mencekam pasca pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya.

Ironisnya lagi, kesimpulan mengenai kekerasan aparat ini justru ditunjukkan oleh media-media internasional. Kali ini giliran Washington Post yang dengan tegas menyimpulkan aksi aparat yang membabi buta menembakkan gas air mata adalah penyebab utama terjadinya tragedi Kanjuruhan.

Seperti dilihat Suara.com di cuitan akun Twitter jurnalis Washington Post, Rebecca Tan. Ia mengklaim kesimpulan tersebut diambil setelah menganalisis video-video amatir yang memperlihatkan suasana mencekam di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam.

"Menggunakan video eksklusif, kesaksian saksi mata, dan analisis dari pakar pengendalian massa, @washingtonpost merekonstruksi apa yang sebenarnya terjadi di dalam stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam," tulis Rebecca, dikutip pada Kamis (6/10/2022).

"Temuannya jelas: aksi Polisi yang membawa kematian," tegas Rebecca menambahkan.

Di postingan berikutnya, terlihat unggahan rekaman kekacauan di Stadion Kanjuruhan ketika gas air mata satu-persatu ditembakkan oleh aparat.

Mirisnya, tampak jelas bila gas-gas tersebut ditembakkan ke arah tribun penonton. Hal inilah yang sangat digarisbawahi oleh Washington Post.

"Empat aktivis HAM menuturkan, pertanyaan soal apakah polisi bersalah atau tidak harus merujuk pada hal besar yang tergambar di sini: Keputusan mereka menembakkan gas air mata langsung ke tribun yang dipenuhi penonton," tulisnya.

Cuitan Rebecca dan kesimpulan tegas yang disampaikan Washington Post mendapat banyak dukungan warganet, terutama mereka yang kecewa karena pemerintah berbalik menyalahkan kondisi stadion.

Apalagi karena suporter Arema FC yang mengklaim malam itu pertandingan berjalan damai, dengan beberapa Aremania turun ke lapangan sekadar untuk memberikan semangat alih-alih merusuh.

 

"Terima kasih sudah mengatakan kebenaran. Walau kami nggak tahu apakah ini bisa membantu Aremania mendapatkan keadilan atau tidak, setidaknya dunia bisa mengerti apa yang sebenarnya terjadi di Kanjuruhan. Sebab beberapa orang di Indonesia justru mencoba menyalahkan korban daripada polisi," komentar warganet.

"Terima kasih @rebtanhs & @washingtonpost. Sayang sekali, presiden kita malah gagal memahami ini, dan malah menyalahkan suporter, panitia pelaksana, pintu yang tertutup, dan tangga. Dia gak nyinggung polisi & gas air mata sama sekali," ujar warganet.

"@jokowi waduh gimana nih pak ga ada yang bilang gara-gara masalah tangga," sindir warganet lain.

"Pak @iriawan84 begini investigasi visual forensik tuh, raga gak ada di malang tapi hasil datanya jelas, jangan cuma raga di Malang ujung-ujungnya nyari botol miras... gak guna pak," timpal yang lainnya, merujuk pada temuan puluhan botol minuman keras bersegel di Stadion Kanjuruhan oleh PSSI.