Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, tidak usah genit dalam hal membuat kebijakan yang dinilai menyusahkan warga Jakarta.
Demikian dikatakan anggota Komisi D DPRD Jakarta Fraksi Gerindra Ali Lubis merespons uji coba penarikan Retribusi Sampah Rumah Tangga pada awal bulan Desember 2024, Sabtu (30/11/2024).
"Pemprov DKI dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup gak usah genit lah dalam membuat kebijakan, terlebih kebijakan tersebut justru membuat masyarakat kecil susah," kata Ali
Menurut Ali, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar peduli terhadap sampah adalah dengan cara memberikan edukasi, sosialisasi, atau bahkan diberikan reward atau hadiah berupa barang. Bukan dengan cara menarik retribusi.
Hal tersebut juga diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat 1 Pergub 55 tahun 2021 tentang pengurangan dan penanganan sampah dan Pasal 2 ayat 1 Pergub No 77 tahun 2020 tentang pengelolaan sampah lingkungan rukun warga jelas mengatakan "Pengelolaan Sampah lingkungan RW dilaksanakan oleh bidang pengelolaan sampah dalam kepengurusan RW yang di tunjuk oleh ketua RW".
Artinya, tegas dia, di setiap lingkungan Rukun Warga (RW) di Jakarta sudah ada petugas yang mengurusi soal sampah rumah tangga tersebut.
"Jika alasan penarikan Retribusi Sampah rumah tangga terhadap masyarakat kecil agar meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sampah adalah ngawur. Karena Dinas Lingkungan Hidup atau pemerintah daerah sudah diberikan anggaran untuk mengurus soal sampah," bebernya
"Sebaiknya Pemprov DKI fokus saja untuk meningkatkan pelayanan dan membangun fasilitas untuk pengelolaan sampah di lingkungan RW," timpalnya.
Sebelumnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto berharap uji coba penerapan retribusi sampah bisa dilakukan mulai Desember 2024.
"Kita sih pinginnya awal bulan Desember semua sudah jadi sistemnya. Jadi kita mau uji coba dulu. Uji coba pemungutannya gimana, tingkat 'error'-nya apakah ada masalah atau tidak apabila diterapkan," kata Asep di Jakarta, Jumat.
Asep mengatakan, apabila masyarakat dikenakan biaya retribusi sampah, maka pembayaran tidak bisa dilakukan dengan uang tunai.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta akan bekerjasama dengan Bank DKI sehingga masyarakat bisa membayar menggunakan QRIS. Kemudian, Bank DKI akan melaporkan kepada DLH DKI Jakarta sehingga DLH juga dapat mengawasi masyarakat yang membayar retribusi.
Pada saat uji coba, DLH juga akan mengevaluasi RW yang warganya belum memiliki kesadaran untuk memilah sampah.
"Karena target kita pilah sampah, bukan retribusinya," kata Asep.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan biaya retribusi bagi warga yang sudah memilah sampah atau tergabung di dalam bank sampah mulai 1 Januari 2025.
Selain rumah tinggal, kata Asep, kegiatan usaha akan dikenai retribusi. Besarannya ditetapkan berdasarkan skala fasilitasnya.
Dia menjelaskan, sistem retribusi itu akan didasarkan pada prinsip "polluter pays principle" atau "siapa yang menghasilkan sampah, harus membayar pengelolaannya".
Dia kemudian merinci tiga kategori rumah tinggal yang diatur dalam kebijakan itu, yakni:
1. Kelas miskin dengan daya listrik 450 hingga 900 VA dibebani tarif retribusi Rp0 per unit per bulan
2. Kelas bawah 1.300 hingga 2.200 VA dibebani tarif retribusi Rp10 ribu per unit per bulan
3. Kelas menengah 3.500 VA hingga 5.500 VA dibebani tarif retribusi Rp30 ribu per unit per bulan
4. Kelas atas yang memiliki daya listrik 6.600 VA ke atas, dibebani tarif retribusi Rp77 ribu per unit per bulan