Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta mendapat banyak sorotan negatif, tak terkecuali dari anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Elva Farhi Qolbina.
Elva mempertanyakan urgensi penerbitan Pergub tersebut, mengingat jika tujuannya untuk melindungi keluarga, seharusnya yang menjadi prioritas adalah mendorong revisi Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Perempuan dan Anak.
"Katanya ingin melindungi keluarga, tapi kok malah cenderung membuat perempuan semakin rentan. Kalau Pj Teguh Setyabudi mau melindungi keluarga, harusnya mendorong revisi perda perlindungan perempuan dan anak," kata Elva sebagaimsma dilansir Inilah.com, Sabtu (18/1/2025).
Elva menilai, Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak tidak lagi relevan dan belum mengakomodir Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)
"Sementara itu, UU TPKS banyak mengandung ayat-ayat yang memberikan perlindungan kepada perempuan," kata legislator dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tersebut.
Selain tidak memiliki urgensi yang mendesak, Elva menegaskan Pergub yang diterbitkan Teguh sangat diskriminatif. Aturan ini membuat perempuan semakin terpinggirkan dan rentan dalam suatu pernikahan.
"Sudah jelas diskriminatif. Dan justru ini jauh dari kata adil. Karena bisa kita lihat syarat-syarat ASN boleh poligami adalah segala kekurangan yang ada pada diri perempuan sebagai pasangan hidup," kata dia.
Ia khawatir, aturan tersebut dapat menormalisasi pandangan kalau laki-laki berpoligami adalah hal yang wajar hanya karena merasa pasangannya memiliki kekurangan.
Enggak salah kalau ada pihak yang nantinya mengira orang-orang berpoligami karena sekadar tidak puas dengan pernikahan mereka," lanjutnya.
Sebelumnya, Pj Gubernur Teguh menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian untuk aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Pergub ini menggantikan Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 yang tak lagi berlaku.
Pergub ini memuat delapan bab dengan ruang lingkup peraturan mengenai pelaporan perkawinan, izin beristri lebih dari seorang atau poligami, izin atau keterangan perceraian, tim pertimbangan, hak atas penghasilan, dan pendelegasian wewenang dan pemberi kuasa.
Dalam Bab II, disebutkan pegawai ASN yang telah melangsungkan perkawinan wajib melaporkannya paling lama satu tahun sejak perkawinan dilangsungkan.
"Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban pelaporan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pasal 3 ayat (3) Pergub Nomor 2 Tahun 2025, dikutip pada Jumat, (17/1/2025).