Image description
Image captions

Gugatan warga korban banjir terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memasuki babak baru. Pihak penggugat menyebut ada tekanan yang diterima warga korban banjir.

Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) itu dipimpin hakim ketua Panji Surono dengan hakim anggota Rosmina dan Bintang. Pihak tergugat diwakili Biro Hukum Pemprov DKI dalam sidang yang beragenda memeriksa berkas dokumen penggugat dan tergugat itu.

Tim Advokasi Banjir DKI Jakarta sedianya menghadirkan 5 korban banjir. Namun dari hanya dua orang yang bisa hadir.

"Lima orang perwakilan class action atau kelompok, beberapa waktu lalu mendapatkan pertanyaan, yang merasakan anggota class sehingga 3 orang berhalangan," kata anggota Tim Advokasi Banjir DKI Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, dalam sidang di PN Jakpus, Jl Bungur Raya, Jakarta, Senin (3/2/2020).

Tigor menyebut lima orang merupakan perwakilan wilayah yang mengalami dampak banjir pada 1 Januari 2020. Hanya dua orang yang bisa hadir, yaitu perwakilan Jakarta Pusat, Syahrul; dan perwakilan Jakarta Utara, Alfius.

Ketiga orang yang tidak hadir mewakili Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Menurut Tigor, mereka mendapat tekanan dengan sejumlah pertanyaan.

"Kenapa mereka membuat gugatan banjir Jakarta. Maka mereka mau cabut sehingga mereka belum berani muncul tapi ada dua orang berani muncul," jelas Tigor.

Atas hal itu, hakim meminta 3 orang tersebut dihadirkan dalam persidangan pekan depan. Tigor bersedia menghadirkan 3 orang itu. Jika tidak bersedia, mereka akan digantikan orang lain.

"Yang tiga tidak berani muncul kami berpikiran akan menghadapkan mereka kembali, apakah mereka bersedia menjadi penggugat, dalam gugatan class. Kalau bersedia akan dihadirkan sidang berikutnya, kalau tidak bisa hadir akan diganti," kata Tigor.

Seusai sidang, Tigor mengatakan, ketiga orang itu mengalami tekanan dari oknum tertentu. Tekanan berupa pertanyaan alasan mengajukan gugatan banjir ke pengadilan.

"Ke mana yang tiga orang? Yang tiga itu beberapa hari sebelum ini mengalami tekanan-tekanan. Tekanan apa? Berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh oknum tertentu di wilayahnya. Mereka dipertanyakan kenapa harus menggugat Pemprov dalam peristiwa banjir kemarin," kata Tigor.

"Kenapa harus langsung menggugat, kenapa harus ke pengadilan, itulah pertanyaannya. Nah, pertanyaan itu menjadikan mereka sedikit khawatir atas kondisi mereka sebagai penggugat," imbuh dia.

Sementara itu, Syahrul, yang mewakili Jakarta Pusat, mengatakan seluruh warga berhak mendapatkan pelayanan Pemprov DKI. Alasan ia menggugat adalah Pemprov DKI tidak memberikan peringatan dini pada 1 Januari 2020.

"Jadi yang kami gugat adalah tidak adanya early warning system, peringatan dini pada saat banjir 1 Januari 2020 sehingga banyak warga masyarakat yang merasakan, kalau saja ada early warning systemmaka kerugian nggak akan sebesar itu," jelas dia.

Gugatan tersebut berawal ketika warga Jakarta yang menjadi korban banjir 1 Januari 2020 menggugat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Dalam berkas gugatan yang dimasukkan ke PN Jakpus itu, tidak ada tergugat lain.

Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara No.27/PDT.GS/CLASS ACTION/LH/2020/PN.Jkt.Pst tertanggal 13 Januari 2020. Warga yang tergabung dalam gugatan ini sebanyak 243 orang. Mereka menuntut Anies mengganti rugi sejumlah Rp 42,3 miliar.

Mereka yang menggugat berasal dari beberapa wilayah, yaitu Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat. Tigor menyebut korban banjir ini kehilangan rumah dan beberapa barang dari dalam rumahnya.

"(Kerugian) macam-macam ada yang kerugian barang, rumah, imateriil nggak bisa ke mana-mana, yang dicari kompensasi," kata anggota Tim Advokasi Banjir DKI Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, di PN Jakpus, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (13/1) lalu.