Image description
Image captions

Dengan kerugian negara mencapai Rp 271 triliun, Kejaksaan Agung (Kejagung) dituntut memaksimalkan pemulihan aset kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. 

Langkah itu bisa dimulai dengan menerapkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus tersebut.

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menjelaskan, pendekatan TPPU dalam kasus itu dapat menjangkau lebih jauh pihak-pihak lain yang terlibat. 

Termasuk pihak-pihak yang diduga menjadi beking dan cukong dalam praktik pertambangan timah ilegal.

”Karena bisa dilihat dari transaksi,” ujarnya seperti dikutip Jawa Pos kemarin (29/3).

Yunus mengungkapkan, pemulihan aset memang lebih mudah dilakukan jika menggunakan UU TPPU. Sebab, dalam undang-undang tersebut, penerima hasil TPPU pun bisa ditindak.

”Dan ada (ketentuan, Red) pembuktian terbalik, si tersangka atau terdakwa harus membuktikan bahwa asetnya tidak berasal dari tindak pidana,” ujarnya.

Penerapan TPPU dalam pemulihan aset juga bisa didukung dengan upaya kerja sama internasional. Upaya tersebut sangat penting untuk menindaklanjuti dan menelusuri aliran TPPU di luar negeri.

Perintis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut menambahkan, penggunaan UU TPPU juga memudahkan penyidik Kejagung menyita aset-aset tersangka yang patut diduga berasal dari tindak pidana. 

Penyitaan itu pun tidak hanya menyasar aset yang ilegal, tapi juga aset-aset yang sah. ”Karena sering kali pelaku TPPU itu mencampur (usaha) yang halal dan yang haram,” ujarnya.

Begitu pula dengan penerima pasif. Yunus menyebut pihak-pihak yang menerima, menguasai, dan menggunakan juga bisa dijerat dengan UU TPPU. Sekalipun tidak ada unsur kesengajaan dalam penerimaan, penguasaan, dan penggunaan hasil TPPU. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 5 UU TPPU.

”Karena TPPU ini, pendekatannya adalah follow the money,” imbuhnya.

Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta penyidik kejaksaan untuk segera menetapkan seseorang berinisial RBS sebagai tersangka. Boyamin menyebut RBS punya peran penting dalam kasus itu.

 ”Perannya diduga sebagai aktor intelektual dan penikmat uang paling banyak dari perkara ini,” tuturnya kepada Jawa Pos.

 

Boyamin mengatakan, RBS diduga berperan sebagai pihak yang menyuruh suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan Helena Lim untuk memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus corporate social responsibility (CSR).

Boyamin juga mendorong kejaksaan segera menerapkan UU TPPU dalam kasus tersebut. Dengan pasal itu, aset-aset yang diduga berasal dari hasil korupsi bisa dirampas negara. Serta, dapat mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi tersebut. ”Apalagi, ini jumlah (kerugian negara, Red) sangat fantastis,” imbuhnya.

Sebagaimana diberitakan, Kejaksaan Agung menahan Harvey Moeis dan crazy rich PIK Helena Lim. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi terkait tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk periode 2015–2022. Keduanya menambah daftar panjang pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Cara yang mudah menghilangkan semua papiloma di tubuh! Baca sekarang juga!

Saat ini, total ada 16 tersangka dalam kasus tersebut. Selain Harvey Moeis dan Helena, kejaksaan menetapkan MRPP alias RS selaku direktur utama PT Timah Tbk periode 2016–2021 dan EE alias EML selaku direktur keuangan PT Timah Tbk periode 2017–2018.

sumber: jawapos