Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi kembali menegaskan lembaganya tak ada hubungannya dengan polemik demurrage impor beras yang diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp350 miliar.
"Bapanas enggak ada hubungannya dengan demurrage. Bapanas (hanya) nugasin Bulog untuk melakukan importasi sesuai ratas ya kan, kemudian yang hubungannya sama demurrage, yang ngimpor, yang negosiasi yang bongkar kan Bulog," tegas Arief, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, sebagaimana dilansir Inilah.com , Kamis (20/6/2024).
Arief pun terlihat emosi, ia tak mau dikaitkan dengan urusan demurrage ini. Seakan ia lupa bahwa perkara ini juga merupakan bagian dari tanggung jawabnya, mengingat sejak Desember 2023 Arief ditugaskan sebagai Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog.
"Kalau terlambat yang di mana? Periodenya apa? Berapa banyak? Tapi kan sama operatornya sama Bulog, Bapanas enggak ngerti kalau kayak gitu. Jadi hubungannya sama Bapanas apa? Enggak ada. Kenapa sih paling senang naruh saya di situ, padahal enggak ada hubungannya," sambungnya.
Arief juga mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belakangan ikut bersuara soal polemik demurrage ini. Ia menilai lembaga antirasuah tidak tepat bila ikut campur dalam perkara ini.
"Kalau (KPK ingin melakukan) pendalaman ya dilihat dong fact binding-nya, ada laporan keuangannya tidak. Kalau perkiraan pengamat (kerugiannya sampai Rp350 miliar) masa begitu, enggak bisa dong, fact binding-nya apa," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak. Masalah ini memungkinkan munculnya biaya demurrage yang harus dibayar Bulog sekitar Rp350 miliar.
Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar berkat bantuan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat kunjungan kerja ke pelabuhan. Kini barang sudah berada di gudang Bulog.
Persoalannya, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras, demi menutupi kelebihan pengeluaran. Artinya pemerintah harus memberi subsidi lagi ke Bulog. Sampai Rabu (12/6/2024), masih ada sekitar 200 kontainer beras tertahan di Tanjung Priok. Sementara di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tercatat 1.000 kontainer.
KPK Soroti Demurrage Impor Beras
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mengusut dugaan terjadinya tindak pidana rasuah dalam penyaluran beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pada prosesnya, negara disinyalir mengalami kerugian akibat biaya demurrage (denda) sebesar Rp 350 miliar.
Jubir KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, beban negara yang ditimbulkan akibat demurrage saat ini sedang menjadi perhatian komisi antirasuah. KPK mengultimatum supaya segera dilakukan tata kelola oleh pihak terkait, khususnya Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
"Menanggapi informasi terkait adanya biaya demurrage (denda) akibat tertahannya beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kami sampaikan bahwa KPK terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi," ujar Tessa ketika dihubungi Inilah.com, Rabu (19/6/2024).
Tessa menjelaskan, reformasi tata kelola pelabuhan itu bertujuan untuk menyederhanakan proses bisnis dan tata kelola melalui layanan pelabuhan secara digital. Sehingga waktu prosesnya efektif dan biayanya efisien. Melalui hal tersebut, KPK berharap dapat mengurangi biaya logistik sekaligus kepastian waktu layanan.
"Birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang karena melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta dan pemerintah, yang tidak terintegrasi. Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti," jelasnya melihat masalah yang terjadi saat ini.