KPK ancam pidana terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja menghalangi proses penyidikan terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor.
Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, kepada pihak-pihak yang memiliki keterlibatan dalam perkara dugaan suap di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyalahi hukum.
"Menghilangkan barang bukti, menyampaikan keterangan yang tidak benar, atau tidak memberikan keterangan. Karena seluruh tindakan tersebut, pada saat ini saudara/saudari ini merupakan saksi, tetapi bila diketahui dan ada alat bukti petunjuk bahwa saudara/saudari melakukan tindakan-tindakan tadi, maka dapat terkena pasal pidana," kata Tessa kepada wartawan, Rabu, 16 Oktober 2024.
Karena lanjut Tessa, terdapat Pasal dalam UU Tipikor yang bisa menjerat pihak-pihak yang menghalangi proses hukum. Seperti Pasal 21 terkait menghalang-halangi penyidikan, serta ada Pasal 22 terkait menyamakan pernyataan bohong.
"Untuk itu, KPK mengimbau bagi para pihak yang memang dipanggil sebagai saksi atau dimintai keterangan baik di tahap penyidikan maupun di tahap penyelidikan dapat memberikan keterangan sesuai fakta, dan tidak melakukan tindakan-tindakan apapun yang bisa mengganggu jalannya proses penyidikan," pungkas Tessa.
Sebagaimana diketahui, KPK telah melakukan kegiatan OTT di wilayah Provinsi Kalsel sejak Minggu dini hari, 6 Oktober 2024. Sebanyak 17 orang diamankan dalam kegiatan itu.
Dari OTT itu, KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp12.113.160.000 (Rp12,1 miliar) dan 500 dolar AS yang merupakan bagian dari fee 5 persen untuk Sahbirin terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Pemprov Kalsel.
Dari hasil pemeriksaan dan sesuai alat bukti, KPK menetapkan 7 orang sebagai tersangka, yakni Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalsel, Ahmad Solhan selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Kalsel, Yulianti Erlynah selaku Kepala Bidang Cipta Karya sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK).
Selanjutnya, Ahmad selaku pengurus rumah Tahfiz Darussalam sekaligus pengepul uang, Agustya Febry Andrean selaku Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Sugeng Wahyudi selaku swasta, dan Andi Susanto selaku swasta.
Namun demikian, KPK baru resmi menahan 6 tersangka pada Senin, 7 Oktober 2024. 1 tersangka lainnya, yakni Sahbirin Noor lolos dari OTT KPK. KPK pun telah mencegah Sahbirin Noor agar tidak kabur ke luar negeri selama 6 bulan ke depan sejak 7 Oktober 2024.
Selain itu, Sahbirin Noor juga melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melawan KPK terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka.
Dalam perkaranya, tersangka Wahyudi dan Andi mendapatkan 3 paket pekerjaan di Dinas PUPR Pemprov Kalsel pada 2024, yakni paket pekerjaan pembangunan lapangan sepakbola di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalsel dengan penyedia terpilih PT Wiswani Kharya Mandiri (WKM) dengan nilai pekerjaan Rp23.248.949.136 (Rp23,24 miliar), pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT Haryadi Indo Utama (HIU) dengan nilai pekerjaan Rp22.268.020.250 (Rp22,26 miliar), dan pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalsel dengan penyedia terpilih CV Bangun Banua Bersama (BBB) dengan nilai pekerjaan Rp9.178.205.930 (Rp9,17 miliar).
Dalam prosesnya, juga ada rekayasa pengadaan yang dilakukan agar tersangka Wahyudi bersama tersangka Andi terpilih sebagai penyedia paket pekerjaan tersebut adalah, pembocoran HPS dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang, rekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan Wahyudi bersama Andi yang dapat melakukan penawaran, konsultan perencana terafiliasi dengan tersangka Wahyudi, dan pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum berkontrak.
Terdapat fee sebesar 2,5 persen untuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan 5 persen untuk Sahbirin.