Image description
Image captions

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardika menyatakan pengembangan perkara korupsi e-KTP termasuk menetapkan tersangka baru akan dilakukan setelah buronan Paulus Tannos kembali ke Indonesia.

Tessa mengatakan, saat ini KPK sedang fokus mengupayakan agar Tannos segera ditarik dari Singapura.

"Tentunya yang urgent adalah memulangkan tersangka PT kembali ke yurisdiksi Indonesia sehingga perkara tersebut bisa segera dilimpahkan dan disidangkan," ujar Tessa, dikutip Sabtu (1/2/2025).

Tessa mengatakan, apabila Tannos sudah kembali ke tanah air, dari situ kemudian pihaknya akan mengembangkan perkara korupsi e-KTP. Saat disinggung soal Tannos dapat membuka kotak pandora dugaan keterlibatan sejumlah pihak termasuk Puan Maharani, Pramono Anung, hingga Ganjar Pranowo, Tessa menjawab normatif hal itu akan sangat tergantung dengan alat bukti.

"Apakah nanti akan ada tersangka baru? Ya nanti kita lihat saja. Kalau saja memang ada alat buktinya, saya pikir nanti penyidik juga akan menyampaikan laporannya kepada pimpinan," kata Tessa.

Sebelumnya diberitakan, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, optimistis dengan tertangkapnya buronan kasus e-KTP, Paulus Tannos, dapat menjadi kunci dalam menuntaskan perkara yang hingga kini masih ditangani lembaga antirasuah tersebut.

"Bahwa ini juga sebagai suatu hal yang baik ya dalam upaya penuntasan kasus e-KTP yang kita tahu sudah banyak tersangka yang ditangani oleh KPK. Baik itu dari sisi birokrasi, dari sisi politisi, dan juga pengusaha," ujar Yudi kepada Inilah.com, Sabtu (25/1/2025).

Menurut Yudi, Paulus Tannos adalah saksi kunci yang dapat mengungkap fakta-fakta baru dalam kasus ini, termasuk keterlibatan sejumlah nama besar yang belum tersentuh proses hukum. Ia menyoroti fakta persidangan sebelumnya yang menyebutkan nama-nama seperti Puan Maharani, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo, yang kala itu menjabat sebagai anggota DPR RI, diduga menerima aliran dana dari proyek e-KTP.

"Dengan tertangkapnya Tannos tentu kita berharap ini akan membuka kotak Pandora bagi penyelesaian kasus e-KTP, karena kita yakini ya bahwa banyak pihak yang diduga terlibat dan Tannos merupakan salah satu kuncinya," jelas Yudi.

Asal tahu saja, saat proses persidangan pada 2018 lalu, eks Ketua DPR Setya Novanto selaku terdakwa bersaksi bahwa dirinya pernah mendengar ada uang yang diserahkan kepada Puan Maharani dan Pramono Anung, masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS).

Setya Novanto menyatakan bahwa informasi tersebut ia dapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong yang menyampaikan kepadanya di rumah.

Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. "Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dollar AS. Itu keterangan Made Oka," ujar Setya Novanto kepada majelis hakim saat diperiksa sebagai terdakwa.

Pramono Anung membantah mentah-mentah tudingan itu, dan mengatakan ia bahkan tak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik. "Ini semuanya yang menyangkut orang lain dia bilang. Tapi untuk yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat," kata Pramono Anung kepada para wartawan kala itu.

Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Setya Novanto sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendpat keringanan hukuman.

Di persidangan lainnya, mantan anggota DPR, M. Nazaruddin menyebutkan, pernah melihat Ganjar Pranowo, Jafar Hafsah, dan Chairuman Harahap menerima uang terkait proyek e-KTP. Namun, Ganjar disebut sempat menolak.

"Saudara menyebutkan ada beberapa orang melihat langsung menerima uang seperti Pak Ganjar. Saya membaca putusan terdahulu, keterangan saksi memang Pak Ganjar awal menolak?" tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/2/2018).

"Iya, karena waktu itu semua wakil ketua dikasih 100 ribu dolar dan Pak Ganjar nggak mau," ujar Nazaruddin.

"Pak Ganjar minta berapa?" tanya jaksa kembali.

"USD 500 ribu," jawab Nazaruddin.

Setelah itu, Nazaruddin menyebut Ganjar akhirnya menerima USD 500 ribu. Ia bahkan mengaku melihat langsung saat uang itu diterima Ganjar.