Image description
Image captions

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengkritik iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang akan naik 100 persen alias dua kali lipat.

Pemerintah akan menetapkan kenaikan iuran tersebut pada 1 Januari 2020. Untuk kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, dan kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000. Sementara kelas III masih ditunda lantaran Komisi IX dan XI DPR tidak menyetujui usulan kenaikan pada kelas tersebut.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno khawatir kenaikan iuran tersebut tidak menjadi solusi untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan yang diperkirakan semakin membengkak. Bahkan awalnya yang diprediksikan Rp 28 triliun, kini berkembang mencapai Rp 32,8 triliun.

"Jangan sampai sudah naik nanti masih bocor lagi, dan kurang lagi," ungkap Benny, sebagaimana dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (3/9).

Dia juga mengaku heran dengan kondisi BPJS Kesehatan yang mengalami defisit, sementara BPJS Ketenagakerjaan selalu mengalami surplus. Oleh karenanya dia menekankan agar BPJS Kesehatan segera dievaluasi mendalam.

"BPJS Kesehatankan ada saudaranya BPJS Ketenagakerjaan, sementara BPJS Ketenagakerjaankan surplus terus, BPJS Ketenagakerjaan satu masalah pensiun, jaminan hari tua, maupun mitra kerja kalau kecelakaan kerjakan diobatinya oleh BPJS Kesehatan. Harus di review ulang," tegas dia.

Benny juga berharap agar dorongan terhadap BPJS Kesehatan bukan hanya dari pemerintah saja, namun juga dari hulu ke hilir, dimana peserta BPJS harus disiplin dalam membayar iurannya.

"Buttom lain adalah disiplin dari pada pengiur, tapi ada juga kan yang iurannya itu ditalangi oleh pemerintah yang enggak punya kemampuan iuran, nah ini memang menyadarkan publik itu butuh waktu lama ya," ujar dia.

Selain itu Benny juga menekankan kejujuran dalam setiap pihak rumah sakit untuk jujur dalam memberikan berapa yang harus dibayar dalam setiap tindakan terhadap pasien BPJS Kesehatan.

"Jangan ada rumah sakit bohong yang enggak ada tagihan jadi ada tagihan, penyakit umum ya di kita itu ya. Harus jujur dong, walaupun mereka dibayarnya lebih rendah dari pada yang non BPJS, tapikan jumlah volumenya lebih banyak kan sama saja," tekan dia.

Adapun penekanan kejujuran tersebut untuk pihak BPJS Kesehatan, dimana peserta BPJS Kesehatan yang sudah meninggal dunia seharusnya harus dipastikan lagi untuk tidak masuk dalam daftat iuran aktif.

"Menyadarkan iuran itu satu, tapi ada saja orang yang audah meninggal tapi masih di tagihkan," demikian Benny.0