Pemerintah berencana mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada produk sembako. Mulai dari beras, jagung, kedelai, garam hingga daging.
Hal tersebut tertuang dalam revisi draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar dan diterima CNBC Indonesia.
Dalam Pasal 4A draft RUU KUP tersebut, pemerintah menghapus beberapa jenis barang yang tidak dikenai PPN. Beberapa kelompok barang tersebut diantaranya barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara.
Serta menghapus barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Sembako atau jenis-jenis kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dan tak dikenakan PPN itu sendiri sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017.
Barang tersebut meliputi beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam konsumsi; daging; telur; susu; buah-buahan; sayur-sayuran; ubi-ubian; bumbu-bumbuan; dan gula konsumsi.
Sedangkan hasil pertambangan dan pengeboran yang dimaksud adalah emas, batu bara, hasil mineral bumi lainnya, serta minyak dan gas bumi.
Dalam draf RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menambah jenis jasa yang sebelumnya dikecualikan atas pemungutan PPN.
Jasa pelayanan yang kemudian akan dikenai PPN oleh pemerintah diantaranya pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, hingga jasa asuransi.
Ada pula jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat di air serta angkutan udara dalam negeri dan angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Lalu berapa tarif PPN yang dikenakan?
Melalui beleid RUU KUP tersebut, pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 12%. "Tarif pajak pertambahan nilai adalah 12%," demikian tertulis pada pasal 7 ayat 1.