Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. PPN juga akan dikenakan pada barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
Kebijakan itu akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) memprotes rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak.
"Pemerintah diharapkan menghentikan upaya bahan pokok sebagai objek pajak," kata Ketua Ikappi Abdullah Mansuri lewat keterangan tertulisnya yang diterima, Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan tersebut. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit.
"Kami mencatat lebih dari 50 persen omzet pedagang pasar menurun. Di samping itu pemerintah belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan di beberapa bulan belakangan ini. Harga cabai bulan lalu hingga Rp100 ribu, harga daging sapi belum stabil mau dibebanin PPN lagi? Gila, kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Mau ditambah PPN lagi, gimana tidak gulung tikar," cetusnya.
Abdullah menambahkan, pihaknya juga memprotes keras upaya-upaya tersebut. Pihaknya akan melakukan upaya protes kepada Presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan pedagang pasar.