PENELITI Institute Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira mengatakan, ada sejumlah proyek strategis nasional yang diwacanakan Presiden Jokowi tidak rasional.
Untuk itu, Bhima menyarakankan agar pemerintah mengkaji ulang 245 proyek yang direncanakan pemerintahan Jokowi.
“Yang harus dilakukan sekarang oleh pemerintah adalah melakukan rasionalisasi target. Dari, 245 target yang harus selesai 2019 harus dipangkas agar lebih realistis menjadi 60,” ujar Bhima kepada wartawan Selasa (12/12).
Menurut Bhima, saat ini pembangunan infrastruktur di era Presiden Jokowi tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat. Hal itu terbukti dengan bertambahnya jumlah pengangguran di tahun 2017.
“Proyek 35 ribu megawatt perlu dipangkas karena ada kemungkinan terjadi oversupply listrik. Kemudian proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tidak feasible dilakukan (kendala lahan, red), dan proyek pelabuhan Patimban perlu dievaluasi,” sambung Bhima.
Kemudian, kata dia, guna meningkatkan penyerapan tenaga kerja, pemerintah juga harus mulai berbagi proyek dengan perusahaan swasta lokal. Proyek kecil harus bisa dibagi kepada perusahaan swasta lokal.
Sebab, tutur Bhima, salah satu penyebab turunnya kualitas pembangunan infrastruktur terhadap perekonomian negara juga disebabkan karena telah terjadi ketimpangan antara kontraktor besar dan kecil.
“Dari data Gapensi (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) proyek infrastruktur pemerintah hanya dilakukan oleh kontraktor besar yang penguasaannya mencapai 87%. Sementara, kontraktor lokal kecil hanya kebagian 6% dari total proyek,” ungkap Bhima.
Tidak hanya itu, Bhima juga meminta, agar pemerintah dapat meningkatkan ‘trickle down effect’ proyek infrastruktur bagi masyarakat. Bhima mengatakan hal tersebut bisa dilakukan dengan memanfaatkan dana desa.
“Dana desa juga bisa digunakan untuk membangun infrastruktur. Lebih baik pemerintah juga fokus pada proyek kecil di 74 ribu desa yang bisa menyerap jutaan pengangguran,” pungkasnya.0 tsc